Selamat datang di blog SRIGALA BISNIS....


Tulisan-tulisan ini, pada dasarnya hanyalah sebuah wacana tentang banyak hal, tanpa dibatasi oleh topik tertentu, meskipun judul blog ini adalah SRIGALA BISNIS namun bukan berarti kita membicarakan tentang BISNIS SRIGALA.
SRIGALA BISNIS hanyalah sebuah sebutan yang saya pilih agar mudah diingat oleh para pembaca,

Semoga tulisan-tulisan dan foto-foto di blog ini dapat memberi masukan atau setidaknya menjadi sebuah koreksi kecil bagi siapa saja yang membutuhkannya... Amin.

Selasa, 14 September 2010

GRASI BUAT KORUPTOR

Mungkin anda juga sudah dengar berita tentang President SBY memberikan grasi kepada para terpidana dalam kasus Korupsi. Selain sebagai acara rutin kenegaraan, pemberian grasi tersebut juga diberikan sebagai “parsel” lebaran bagi para Koruptor dengan berbagai alasan-alasan klasik.

Banyak nama papan atas yang notabene telah merugikan Negara dan rakyat, tidak luput dari daftar pemberian parsel tersebut. Maksud hati mencari simpati, justru kebijakan ini menuai komentar miring tentang ketegasan Pemerintah dalam memberantas dan menggasak para pelaku korupsi.

Saya tidak perlu menyebut nama para koruptor yang mendapat grasi atau setidaknya remisi dari pemerintah, yang perlu kita kupas adalah pengaruh pemberian grasi tersebut terhadap pembentukan opini masyarakat tentang penyelesaian dan pemberantasan kasus kejahatan korupsi yang ada di Negara ini.

Agenda pemerintah untuk fokus terhadap masalah korupsi perlu ditinjau kembali. Kerja keras para penegak hukum yang mungkin dianggap belum maksimal malah ditambah lagi dengan daftar hitam baru berupa pemberian grasi oleh pemerintah. Pemberian grasi ini dianggap tidak layak jika diberikan pada mereka yang telah merugikan Negara dan masyarakat walaupun dengan berbagai macam alasan klasik seperti : berkelakuan baik, persuasive atau justru untuk menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

Pelaku korupsi yang ditangkap oleh penegak hukum, tentunya telah melalui berbagai rintangan yang tidak ada habisnya. Melewati berbagai usaha manipulasi data oleh oknum para pejabat yang merasa punya kepentingan atau ikut ambil peran dalam kasus korupsi tersebut sampai dengan menghadapi tekanan publik berupa krisis kepercayaan akan kebersihan para penegak hukum yang menangani kasus-kasus korupsi.

Seribu satu halangan yang dihadapi tersebut berhasil dilewati dan hasilnya memenjarakan si koruptor walaupun kadang hukuman yang diberikan para hakim dianggap belum pantas untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahkan, setelah usaha dan proses yang panjang ternyata pemerintah masih “tega-teganya” memberikan grasi bagi mereka yang telah terbukti bersalah. Sangat ironis, ibarat dua sisi mata koin yang sangat jauh berbeda dengan janji-janji pemerintah.

Kecewa! Mungkin ini yang akan ada di benak masyarakat. Koruptor yang telah memanfaatkan bahkan hidup dengan kemewahan bersama keluarganya dengan uang rakyat malah masih bisa menggugah hati pemerintah, sehingga diberi grasi. Sementara jika dilihat lebih jauh, kerugian yang diakibatkan oleh perbuatannya belum bisa dianggap lunas dengan vonis yang telah diberikan hakim, bahkan kini dia dengan enaknya mendapat grasi dari pemerintah.

Menurut pendapat saya, pemberian grasi ini akan menciptakan images negative terhadap penegakan hukum di Negara ini. Sehingga akan membuat rakyat berfikir pesimis terhadap “yel-yel” pemerintah untuk komit terhadap pemberantasan korupsi dan menghukum para koruptor yang ada di Negara ini. Pemerintah seharusnya tegas dalam mengambil sikap. Para koruptor harus dijadikan contoh bahwa tindakan yang dilakukannya sangat fatal dan tiada maaf. Terpidana koruptor seharusnya dikecualikan dari pemberian remisi ataupun grasi oleh pemerintah. Tindakan ini akan menjadi shock therapy bagi masyarakat sehingga takut untuk melakukan korupsi. Karena ketika terbukti bersalah maka tidak akan ada upaya-upaya lain yang bisa meringankan hukumannya setelah menjadi terpidana. Iya kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar