Selamat datang di blog SRIGALA BISNIS....


Tulisan-tulisan ini, pada dasarnya hanyalah sebuah wacana tentang banyak hal, tanpa dibatasi oleh topik tertentu, meskipun judul blog ini adalah SRIGALA BISNIS namun bukan berarti kita membicarakan tentang BISNIS SRIGALA.
SRIGALA BISNIS hanyalah sebuah sebutan yang saya pilih agar mudah diingat oleh para pembaca,

Semoga tulisan-tulisan dan foto-foto di blog ini dapat memberi masukan atau setidaknya menjadi sebuah koreksi kecil bagi siapa saja yang membutuhkannya... Amin.

Rabu, 06 Oktober 2010

Low Performance ; “Upaya Mengatasinya!”

Oleh Berlin Anto Gulo, SH/ NPP. 32150


Sebuah perusahaan pasti akan menginginkan pegawai yang dimilikinya tetap produktif dan mampu mambawa perusahaan kepada pendapatan yang lebih baik. Pola pemikiran profit oriented merupakan hal yang utama. Perusahaan tidak akan mau menggaji pegawai yang tidak mampu bekerja maksimal. Rendahnya kinerja pegawai ini sering disebut sebagai low performance yang secara garis besar dapat diartikan sebagai suatu hal dimana tidak terpenuhinya standarisasi keahlian atau skill yang dimiliki pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya di perusahaan tersebut.


Hampir seluruh perusahaan besar saat ini menilai kinerja pegawainya berbasis kompetensi dimana mencakup didalamnya kemampuan individu seperti : pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara nasional ( pasal 1 ayat 3 Kepmenaker No. 227/Men/2003). Dengan kata lain jika seorang pegawai tidak mampu memenuhi kriteria standarisasi kompetensi tersebut maka pegawai akan disebut sebagai pegawai yang low performance.


Untuk menjaga sebuah perusahaan tetap memiliki pegawai yang sesuai dengan standarisasi kompetensi maka pihak perusahaan akan melakukan beberapa upaya yaitu : melakukan rotasi dan mutasi pegawai, melakukan pelatihan-pelatihan skill pegawai, melakukan penawaran pensiun sukarela atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja. Semua upaya ini dilakukan perusahaan untuk tetap menjaga agar pegawai yang dimilikinya memiliki kinerja yang baik. Tentunya kinerja yang baik ini nantinya akan berbuntut kepada peningkatan laba perusahaan.


Terjadinya low performance pegawai sebenarnya dapat disebabkan dari faktor internal dan faktor eksternal pegawai. Faktor internal pegawai dapat berupa adanya masalah pribadi/keluarga yang tidak dapat dikelola dengan baik sehingga si pegawai tersebut tidak fokus dalam bekerja. Sementara faktor eksternal dapat berasal dari tuntutan perusahaan yang berubah-ubah sehingga si pegawai tidak mampu mengikuti strategi yang ditetapkan perusahaan. Selain itu mungkin dapat juga ditimbulkan oleh situasi kantor yang tidak nyaman, stagnasi terhadap satu job tertentu sehingga pegawai menjadi bosan, adanya demotivasi akibat tidak sesuainya pekerjaan dan latar belakang pendidikan pegawai dan bisa disebabkan oleh hal-hal lain yang berasal dari luar si pegawai.


Kompetensi pegawai berbasis standarisasi kinerja merupakan suatu proses yang dilakukan perusahaan guna penciptaan pegawai yang high performance sebagai pekerja yang qualifide/skill di bidangnya. Pegawai seperti ini tentunya akan diberikan fasilitas dan jabatan yang lebih tinggi dari pegawai biasa dan sebagai konsekuensinya maka si pegawai juga diharuskan terus memberikan yang terbaik buat perusahaan. Dengan demikian si pegawai harus terus menambah kualitas ilmu yang dimilikinya dan tetap mampu mempertahankan atau justru menambah hasil yang diperolehnya. Budaya kompetensi ini merupakan sebuah kultur perusahaan besar sebagai upaya peningkatan kinerja perusahaan.


Kinerja Pegawai Serta Hubungannya Dengan Kinerja Perusahaan

Kinerja seorang pegawai memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan kinerja perusahaan. Hubungan keduanya akan saling menguntungkan jika berjalan sesuai dengan yang diinginkan tetapi sebaliknya bila tidak terpenuhi akan menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Semakin meningkatnya kinerja pegawai / high performance maka juga akan meningkatkan performance perusahaan tersebut. Kaitannya dengan pencapaian target dan perolehan laba perusahaan. Semua ini tentunya tidak lepas dari strategi perusahaan untuk tetap meningkatkan kualitas pegawainya.


Salah upaya yang dilakukan perusahaan adalah dengan mengganti pegawai yang dianggap tidak produktif lagi atau low performance. Penggantian ini dapat dilakukan sepihak oleh perusahaan dengan melakukan PHK. Namun guna menjaga images perusahaan di masyarakat sering kali sebuah perusahaan harus terlebih dahulu melakukan langkah-langkah awal sebagai suatu upaya terakhir sebelum dikeluarkannya PHK sepihak oleh perusahaan. Salah satu contohnya adalah dengan menawarkan pensiun dini/atau dipercepat atau pensiun sukarela. Dengan kata lain perusahaan akan secara tidak langsung mengharapkan pegawai untuk sadar diri akan kemampuaan yang dimilikinya. Perusahaan mengharapkan pegawai tersebut mau mengundurkan diri secara sukarela atau jika tidak ia harus bekerja lebih giat lagi sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


Krisis global saat ini mungkin akan berdampak negatif terhadap performance perusahaan sehingga mengharuskannya untuk mengambil kebijakan atau strategi seperti di atas. Perusahaan secara tidak langsung dipaksa untuk berubah sesuai dengan kebutuhan pasar jika tidak akan tergilas dengan sendirinya yang mungkin berdampak pada hancurnya perusahaan tersebut. Beberapa perusahaan juga melakukan efisiensi atau penghematan biaya operasional untuk mampu bertahan dari krisis global saat ini. Penghematan ini dilakukan dengan berbagai cara yaitu menutup atau melebur menjadi satu dari beberapa cabang/unit/biro/divisi yang dimiliknya, strategi lain dengan mengurangi jumlah pegawai yang dimilikinya. Pengurangan pegawai dengan alasan efisiensi sangat berat dilakukan karena di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 164(3) yang mengharuskan pihak perusahaan membayar pesangon dua kali lipat jika melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Tentunya hal ini akan sangat susah dilakukan karena PHK yang dilakukan untuk efisiensi biaya perusahaan mengharuskan perusahaan tersebut membayar pesangon dua kali lipat dari biasanya. PHK yang dilakukan perusahaan sebenarnya akan lebih baik jika ditempuh melalui jalan musyawarah antara pegawai/serikat pekerja dan pihak perusahaan.


Kesimpulan

Low performance pegawai merupakan hal yang tidak diinginkan sebuah perusahaan. Hal ini dikarenakan kinerja yang dihasilkan oleh pegawai perusahaan tersebut akan berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan. Hubungan timbal balik ini menjadi sebuah alasan mengapa perusahaan selalu berusaha mengambil langkah yang lebih hati-hati untuk menentukan standarisasi kompetensi pegawainya. Beberapa upaya yang paling sering dilakukan adalah dengan peningkatan kualitas pegawai melalui diklat/pendidikan yang mampu menambah skill individu pegawai, rotasi dan mutasi pegawai sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya serta melakukan PHK baik secara langsung maupun tidak langsung.


Low performance pegawai akan juga menimbulkan low performance perusahaan sehingga penanganan masalah seperti ini harus dilakukan dengan menciptakan kultur berprestasi dan standarisasi kompetensi dengan tujuan agar kemampuan pegawai selalu di up grade dengan sendirinya sesuai dengan kebutuhan perusahaan.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar