Selamat datang di blog SRIGALA BISNIS....


Tulisan-tulisan ini, pada dasarnya hanyalah sebuah wacana tentang banyak hal, tanpa dibatasi oleh topik tertentu, meskipun judul blog ini adalah SRIGALA BISNIS namun bukan berarti kita membicarakan tentang BISNIS SRIGALA.
SRIGALA BISNIS hanyalah sebuah sebutan yang saya pilih agar mudah diingat oleh para pembaca,

Semoga tulisan-tulisan dan foto-foto di blog ini dapat memberi masukan atau setidaknya menjadi sebuah koreksi kecil bagi siapa saja yang membutuhkannya... Amin.

Selasa, 16 Oktober 2012

How To Make Your Bos Happy???



HOW TO MAKE YOUR BOS HAPPY, Negative personality?
Oleh BERLIN A. GULO/NPP.32150

Menjadi bawahan merupakan pekerjaan yang gampang-gampang sulit. Susahnya untuk dapat dipromosi membutakan mata pegawai untuk mampu melihat mana yang baik dan mana yang benar. Bekerja keras dan berprestasi terkadang belum cukup untuk dapat menjadi pilihan utama ketika promosi dilakukan.

How To Make Your Bos Happy? Mungkin akan menjadi sebuah dilema yang dialami semua bawahan. Menjadi bawahan yang ingin direkomendasi harus mampu memuaskan atasan dan membuatnya merasa bahagia atas pekerjaan yang dilakukan bawahan. Kultur “how to make your bos happy” merupakan sebuah jalan singkat dan gampang untuk bisa menjadi popular dan meningkatkan karir di dalam dunia pekerjaan.

Orientasi berprestasi dan memilki kinerja yang baik mungkin hanya isapan jempol belaka. Sehebat apapun usaha yang telah kita lakukan jika pimpinan kita tidak senang maka bukan tidak mungkin karir kita bisa terkubur rapat-rapat. Iya kan?

Mungkin sudah menjadi hal biasa ketika seorang pegawai yang akrab dengan pimpinan cenderung lebih berpeluang untuk dipromosikan dibanding orang lain yang tidak dekat dengan atasan sekalipun mungkin prestasi yang diperolehnya lebih banyak dari orang tersebut.

Penilaian Berbasis Kinerja dan Kompetensi

Hampir seluruh perusahaan saat ini melakukan penilaian pegawainya berbasis kinerja dan prestasi. Potensi yang dimiliki pegawai akan diukur berdasarkan prestasi dan kinerja, dimana nantinya  akan menjadi modal dasar dalam peningkatan karir pegawai tersebut. Dengan pola seperti ini akan melahirkan promosi pegawai pada saat dan tempat yang tepat. Dengan kata lain, promosi pegawai tersebut dipastikan akan berdampak positif terhadap perkembangan kinerja pegawai.

Mungkin secara teori penilaian berbasis kinerja ini dianggap sudah mampu menciptakan pegawai yang The Right Man in  The Right Place, namun pada kenyataannya masih ditemukan budaya How to make your bos happy yang notabene lebih dianggap menjadi sebuah patokan dalam memilih pegawai untuk dipromosikan.

Lantas mengapa budaya negative ini dapat terus tumbuh subur dan berkembang? Salah satu faktornya adalah kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar yang dimiliki seorang pemimpin dalam hal management SDM. Factor penentu terkadang tidak objektif namun lebih kepada subjektif sehingga pembentukan opini public akan lebih diperhatikan daripada hasil kinerja yang nyata-nyata telah membukukan hasil.

Pembentukan opini public yang tidak bisa dibuktikan secara tertulis akan menjadi sebuah track record yang banyak mempengaruhi karir seseorang, lantas sejauh mana proses pembuktian yang dilakukan jika memang belum ada bukti nyata baik yang bersifat teguran atau peringatan di dalam profil pegawai. Intinya selagi profil pegawai (secara tertulis) tidak mencantumkan daftar hitam seperti : surat teguran, peringatan atau sanksi, maka pihak management tidak boleh memandang sebelah mata terhadap kinerja pegawai tersebut.

Disisi lain, kedekatan terhadap atasan selalu menjadi sebuah patokan terhadap peningkatan karir pegawai merupakan kultur negative yang nantinya akan berdampak luas terhadap perusahaan. Dampak yang akan diperoleh adalah tidak terciptakan kultur persaingan sehat dan budaya berprestasi di lingkungan perusahaan. Jika hal ini terus berkembang dan berubah menjadi kultur positif maka perusahaan dipastikan akan mengarah kepada kehancuran organisasi. Pembentukan persepsi oleh opini yang dianggap positif akan menjadi sebuah boomerang yang berimbas negative terhadap perkembangan perusahaan.  

 Teori Management Sumber Daya Manusia

Di dalam Management SDM dikenal dua istilah yang dapat diambil sebagai tolak ukur untuk melakukan promosi terhadap seorang pegawai, yaitu Pertama, Hard Skill yang meliputi kinerja dan prestasi, Kedua kemampuan soft skill  yaitu kemampuan yang tidak bisa diukur dari persentse hasil yang diperoleh. Soft skill ini bukan merupakan sebuah angka-angka pencapaian kinerja  tetapi lebih kepada kemampuan pegawai untuk berinteraksi dengan lingkungan kerjanya. Dengan kata lain, istilah “Soft Skill” dapat diartikan kemampuan pegawai untuk bisa diterima di dalam organisasi perusahaan. Kemampuan soft skill ini tidak lebih dari kemampuan kita untuk bisa menempatkan diri dengan unsur-unsur yang ada di dalam organisasi perusahaan.  Pada prakteknya, salah satu contoh  soft skill ini adalah kultur “how to make your bos happy”.

Namun pada perkembangan kultur “how to make your bos happy”, justru berkembang menjadi kultur negative yang akan melahirkan budaya “menjilat” dimana berubah fungsi menjadi tangga praktis untuk bisa naik pangkat atau promosi.

Sebenarnya, menjadi dekat dengan atasan bukan berarti harus melakukan segala sesuatu yang membuat atasan senang dan menaruh hati kepada kita. Pegawai diharuskan mampu untuk menyaring perintah atau tugas yang diberikan atasan tersebut. Selagi pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan norma dan hati nurani kita maka pekerjaan tersebut layak kita lakukan. Jobs description yang kita miliki mungkin menjadi patokan untuk melakukan perintah atasan. Selain itu menggunakan teori management resiko juga akan sangat diperlukan untuk menjaadi bawahan yang baik.

Kesimpulan

Menurut saya sebenarnya aliran “how to make your bos happy” merupakan salah satu negative personality yang tumbuh subur di Negara kita. Kultur seperti ini akan menyingkirkan persaingan sehat dalam memperebutkan sebuah posisi atau jabatan di dalam peningkatan karir seorang pegawai.

Teori  “how to make your bos happy” dapat kita jadikan menjadi sebuah jalan mendekati atasan, namun pada praakteknya kita tetap harus melakukannya dengan berbasis prestasi dan  kinerja. Mengutamakan prestasi dan memiliki kinerja yang baik akan menempatkan kita kejajaran pegawai yang berkualitas. Pegawai berkualitas tentunya akan menjadi pegawai yang “high Quality” dan juga “high skill”, hal ini akan menjadi sebuah modal awal untuk bisa lebih maju tanpa harus “menjilat atasan”. Semoga!!!